Kami, bertiga, ke Malang dengan menggunakan kereta api ekonomi Penataran. Saya yang sudah bertahun-tahun tidak naik kereta api ekonomi cukup takjub ketika sudah diatas kereta. Diawali dengan duduk berdesakan karena salah satu teman yang terpaksa membeli tiket kereta dengan jam yang berbeda jam keberangkatan. Untunglah petugas tiket tidak terlalu teliti sehingga dia bisa lolos naik ke kereta. Pedagang asongan yang hilir mudik menjajakan dagangannya cukup menghibur karena beberapa menawarkan dagangannya dengan cara yang unik. Dagangan yang ditawarkan pun bermacam-macam. Mulai dari snack, minuman, buah, buku hingga pisau hehehe. Suasana seperti itu yang tidak bisa ditemui di kereta kelas bisnis apalagi eksekutif. Kami tiba di stasiun Malang sekitar pukul 14.00 dan langsung menuju warung bakso karena perut sudah berontak minta diisi.
Setelah selesai makan, kami langsung mencari angkot menuju ke jalan Ijen, tempat acara diadakan. Setelah lima belas menit perjalanan dengan angkot, sampailah kami ditempat tujuan. Masih belum terlalu banyak pengunjung sehingga kami bisa dengan bebas dan santai untuk berjalan, motret dan mencicipi beberapa jajanan. Saya teringat masa kecil ketika melihat ada stan yang menjual tebu. Tanpa pikir panjang saya pun membeli dan kemudian menikmati tebu tersebut sambil melanjutkan melihat-lihat. Disepanjang jalan Ijen, saya melihat beberapa pengunjung yang memakai pakaian dan membawa perlengkapan jaman dulu. Banyak jajanan-jajanan jaman dulu yang di jual. Bahkan saya menemukan rukem, buah yang sudah mulai langka dan baru pertama kali saya lihat disitu.
Selain berjalan kaki, pengunjung juga dapat berkeliling dengan naik kereta kuda. Banyak sekali kereta kuda yang telah dihias berkeliling sepanjang jalan Ijen sehingga pengunjung yang berjalan kaki harus berhati-hati agar tidak tertabrak kereta kuda yang lewat. Ternyata tidak hanya kuda saja yang menarik kereta. Ada kambing entah jenis apa yang diberdayakan untuk menarik kereta. Tentu saja yang boleh naik hanya anak kecil.
Di Malang Tempoe Doeloe kami juga bisa melihat signage maupun iklan jaman dulu. Selain itu kami juga menemukanbarang-barang yang sudah kuno dan juga beberapa poster film maupun buku-buku lama.
Semakin sore, Malang Tempoe Doeloe ini semakin banyak pengunjung. Dan puncaknya sekitar pukul 6 sore, entah datang dari mana saja, saya merasa tiba-tiba tempat ini menjadi lautan manusia sampai untuk berjalan saja susah. Untunglah kami sudah puas melihat-lihat dan memang sudah waktunya kami segera kembali ke stasiun untuk mengejar kereta ke Surabaya. Sebelum pergi kami memutuskan makan terlebih dahulu. Kami masuk ke stan yang menjual seafood termasuk sate hiu. Saya yang ngga tega makan daging hiu memesan cumi-cumi bakar. Sedangkan teman saya memesan satu porsi sate hiu karena penasaran dengan rasanya.
Setelah selesai makan kami segera keluar dari lokasi Malang Tempoe Doeloe dan berjalan untuk mencari angkot yang bisa mengantarkan kami ke stasiun. Tapi tak disangka ternyata tidak ada angkot disekitar jalan Ijen. Mereka mengalihkan trayeknya karena padatnya pengunjung yang membludak membuat jalanan macet dan ditutup untuk angkot. Walhasil kami harus berjalan kaki sampai stasiun supaya tidak ketinggalan kereta. Dan akhirnya kami sampai di stasiun dengan badan berkeringat dan betis yang lumayan pegal. Tapi kami senang dan sangat menikmati acara jalan-jalan kami ini.