Pulau Morotai merupakan pulau yang
terletak di sebelah utara pulau Halmahera, Maluku Utara. Pulau ini merupakan
salah satu pulau paling utara di Indonesia dan menjadi saksi bisu sejarah
Perang Dunia II. Lokasi yang strategis di samudera Pasifik membuat pulau ini
pernah dua kali mengalami pendudukan tentara asing. Oleh tentara Jepang pada
tahun1942 di bawah pimpinan Jenderal Kawashima, serta tentara Sekutu pada 1944
di bawah pimpinan Jenderal Douglas McArthur. Keindahan alam dan sejarahnya
menjadi daya tarik pulau ini untuk dikunjungi.
Perjalanan saya ke Morotai dimulai
dari pelabuhan Tobelo. Untuk menuju pelabuhan Daruba, kota pelabuhan Morotai,
ada beberapa alternatif angkutan yang bisa kita gunakan. alternatif pertama
adalah dengan menggunakan feri, speedboat dengan kapasitas 30 orang atau speed
ojek dengan kapasitas 10 orang. Alternatif terakhir waktu tempuhnya paling
cepat dibandingkan alternatif yang lainnya. Tentu dengan biaya yang lebih
mahal. Untuk menghemat waktu kami memilih naik speed ojek. Sekitar 2 jam
kemudian tibalah kami di pelabuhan Daruba. Kami langsung naik bentor (becak
motor) ke rumah teman adik saya. Disana kami berencana menumpang selama di
Morotai. 5 menit kemudian sampailah kami di sebuah apotek yang menjadi satu
dengan minimarket. Ternyata ini lah rumah teman adik saya. Kami di sambut oleh tuan
rumah dan di persilahkan istirahat sejenak dan makan siang sebelum berangkat ke
pulau-pulau sekitar. Saya ngobrol dengan istri pemilik rumah yang sangat ramah sementara
sang suami dan adik saya menyiapkan segala sesuatunya. Tepat pukul 12 ketika
anak-anak pemilik rumah sudah pulang dari sekolah kami pun beramai-ramai
berangkat menuju pulau Dodola dan sekitarnya.
Kami naik perahu ketinting, milik
tuan rumah. Total kami bersembilan. Lima orang dewasa dan empat anak-anak.
Sepertinya perjalanan kami akan menyenangkan. Baru seperempat perjalanan, baju
saya sudah basah oleh ombak yang lumayan besar. Dan saya merasakan sensasi
perasaan antara takut dan pasrah. Berasa jadi pelaut beneran saya hehehe. Di
perahu saya bercanda dengan anak-anak kecil yang pemberani tersebut. Mungkin
karena hidup di tepi laut mereka tidak merasakan takut sama sekali dan tetap
tertawa ceria. Hujan deras yang sempat turun tidak menyurutkan keceriaan kami.
Pulau Dodola
Tujuan pertama kami adalah Pulau
Dodola. Pulau Dodola ini terdiri atas dua pulau yaitu Dodola Besar dan Dodola
Kecil. Dua pulau ini dipisahkan oleh laut dengan jarak kurang lebih 500 meter.
Uniknya ketika air laut surut, kedua pulau ini menjadi satu. Pulau ini
dikelilingi oleh pasir pantai putih yang halus seperti tepung. Tiba di pulau ini langit terlihat sangat
gelap pertanda akan turun hujan. Kami segera turun dari perahu sementara adik
saya dan tuan rumah melanjutkan perjalanan untuk memancing ikan. Dan benar
sesuai dugaan kami tidak seberapa lama setelah kami di pulau ini hujan turun
dengan derasnya. Kami segera berlari menuju cottage-cottage yang sedang dalam
proses pembangunan. Pada saat saya mengunjungi pulau ini memang sedang
persiapan untuk menyambut Sail Morotai tahun 2011. Cottage-cottage yang ada
terlihat kurang terawatt dan sedang dalam perbaikan. Kami berteduh di dalam
salah satu cottage hingga hujan reda. Setelah hujan reda, kami berjalan-jalan
mengelilingi pulau ini. Tidak butuh waktu yang lama untuk berkeliling karena
pulau ini memang tidak terlalu besar.
Pulau Zum-Zum
Pulau Zum-Zum adalah pulau kecil
yang terletak sekitar 3 mil dari kota Daruba. Yang unik dari pulau ini adalah
adanya monumen Mc. Arthur sebagai tanda bahwa pemimpin pasukan sekutu tersebut
pernah berada di pulau tersebut. Selain itu juga terdapat goa
pusat komando dan juga tempat pendaratan amphibi masih terlihat di pulau ini.
Kami hanya sebentar bermain-main di pulau ini karena dikhawatirkan ombak akan
semakin tinggi mengingat cuaca sedang tidak baik, sehingga segera kembali ke
Daruba setelah puas mengambil beberapa foto.
Daruba
Rumah yang saya
tumpangi terletak di tepi laut jadi tempat bersandarnya perahu tepat dibelakang
rumah. Saya segera mandi dan kemudian duduk-duduk di ruang makan sekaligus dapur yang langsung menghadap ke laut. Saya
berbincang-bingcang sambil menemani tuan rumah memasak ikan hasil pancingan
tuan rumah dan adik saya. Saya lihat ada ikan Parrot. Girang sekali saya itu
karena baru pertama kali saya melihat langsung ikan berwarna biru itu. Sambil duduk saya
perhatikan lantai di dapur lebih rendah sekitar 60-70 cm daripada lantai lain di rumah ini. Setelah saya tanya, ternyata beda tinggi
lantai tersebut memang disengaja untuk menghindari air laut masuk kedalam rumah pada saat musim ombak tinggi. Awalnya saya mengira air akan masuk melalui sela-sela lubang pintu. Tapi ternyata tidak. Air masuk melalui lubang ventilasi di dinding bagian atas. Ya, begitu tingginya ombak, hingga mencapai lubang ventilasi dan menerobos masuk ke dapur rumah tersebut. Hal itu membuat dapur tersebut akan dibanjiri oleh air laut. Jadi
ruangan lain di buat lebih tinggi supaya air laut tidak meluber ke ruangan
lain. Sedikit bengong saya membayangkan ketinggian ombak, sampai bisa masuk
dari ventilasi udara. Dahsyat.
Setelah makan saya
menuju ke bagian depan rumah ini yang merupakan minimarket. Duduk-duduk didepan
rumah, bercakap-cakap dengan anak dan pegawai toko tersebut sambil melihat
sekeliling. Tiba-tiba tuan rumah menawarkan saya untuk memakai mobilnya
berkeliling disekitar daerah itu. Saya pun dengan segera mengiyakan, akhirnya
saya dan adik mengajak anak-anak tuan rumah untuk berkeliling-keliling Daruba.
Kami menyusuri jalanan dengan mayoritas pemandangan adalah pemandangan pantai.
Sangat cantik. Di tengah perjalanan, perjalanan kami terhambat oleh kegiatan warga yang memindahkan rumah. Memindahkan rumah? Benar. memindahkan dalam artian mengangkat rumah untuk dipindahkan ke tempat lain. Rumah dari kayu tersebut diangkat beramai-ramai oleh belasan pemuda. Saya yang baru pertama kalinya melihat secara langsung acara 'pindahan rumah' tersebut hanya bisa bengong menyaksikan sehingga lupa mengambil kamera untuk mengabadikan moment tersebut.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju ke bandara udara yang selama ini dijadikan pangkalan TNI Aangkatan Udara. Bandara yang dibangun pada saat Perang Dunia II tersebut awalnya digunakan untuk menghadapi Jepang di Asia Pasifik. Sayangnya kami tidak mendapatkan ijin untuk masuk ke kawasan bandara sehingga sayapun memutar mobil untuk kembali ke rumah karena hari sudah mulai gelap.
Sesampainya di rumah, setelah berbincang-bincang sebentar saya langsung naik ke lantai dua. Duduk di balkon sambil mendengarkan suara debur ombak dan melihat taburan bintang yang luar biasa banyaknya membuat saya betah berjam-jam ditempat itu. Belum pernah saya melihat bintang sebanyak itu. Semuanya terasa sangat sempurna. Setelah puas melihat bintang sayapun ke kamar dan tak lama kemudian tertidur nyenyak hingga pagi.
Keesokan paginya saya terbangun, dan pemandangan yang sangat indah langsung membuat saya terpesona. Dua pelangi yang bertumpuk terlihat indah diujung langit. Ternyata dini hari sebelumnya hujan turun dengan derasnya sehingga membuat pelangi muncul dengan indahnya pagi itu. Sayang tak lama kemudian satu pelangi mulai memudar sehingga yang tampak hanyalah satu pelangi saja. Setelah sarapan pukul 9 kami berpamitan kepada pemilik rumah karena harus mengejar kapal untuk kembali ke Tobelo. Kami sengaja berjalan kaki karena jarak antara rumah dengan pelabuhan hanya sepuluh menit perjalanan. Sesampainya di pelabuhan kami segera naik ke kapal. Untunglah kami masih dapat tempat di dalam kapal, dibelakang nahkoda kapal sehingga tidak harus berpanas-panas ria. Di tengah perjalanan saya melihat beberapa lumba-lumba yang berenang di samping kapal. Senangnya melihat lumba-lumba berenang di alam bebas. Ya, liburan ke Morotai ini sangat berkesan untuk saya :)