Komplek Candi Arjuna
Tujuan pertama kami hari itu adalah komplek Candi Arjuna yang merupakan salah satu candi Hindu tertua di Jawa. Komplek Candi Arjuna terdiri dari dua deret candi yang saling berhadapan, deret sebelah timur secara berturut-turut adalah Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Sedangkan deret sebelah barat hanya tersisa 1 buah candi yaitu Candi Semar.Tidak jauh dari komplek ini juga terdapat Candi-Candi lain yaitu Candi Setyaki, Candi Gatut Kaca, Candi Bima dan Candi Dwarawati.
Komplek candi ini terlihat indah, dikelilingi oleh taman dengan bunga-bunga dan jajaran pohon cemara. Bukit-bukit dan pegunungan yang tampak mengelilingi menambah keasrian komplek candi ini. Asap putih yang tampak mengepul dari kawah-kawah vulkanik di kejauhan membuat suasana komplek candi ini menjadi sedikit mistis.
Siang itu terlihat pengunjung lumayan banyak. Kebanyakan adalah murid-murid SMP dan SMA yang sedang melakukan study tour. Di salah satu candi tampak sekelompok orang berpakaian dan bertopeng ala tokoh pewayangan, dimana pengunjung dapat berfoto bersama dengan memberikan tips sukarela.
Telaga Balekambang
Apa yang pertama terbayang ketika disebutkan Telaga Balekambang? Yang saya bayangkan adalah ada telaga atau danau dan diatasnya terdapat balai atau rumah-rumahan yang terlihat seolah-oleh mengambang diatas permukaan air. Karena rasa ingin tahu kami pun melanjutkan berjalan kaki ke lokasi Telaga Balekambang tersebut. Jalan setapak menuju lokasi sangat sejuk dan asri. Beberapa anak kecil tampak bermain sepeda dengan riangnya. Petani kentang juga terlihat sibuk mengurus ladang kentangnya. Dari kejauhan saya tidak melihat permukaan air sama sekali. Yang terlihat adalah hamparan rerumputan. Hingga tour guide kami meminta kami melompat diatas rerumputan. Kami merasakan tanah dibawah kami bergetar ketika kami berlompatan. Ternyata disitulah letak telaga balekambang. Dulu tempat ini adalah sebuah telaga yang airnya digunakan oleh penduduk setempat untuk mengairi ladang sayuran. Namun saat ini permukaan telaga sebagian besar sudah tertutup oleh tanah gambut dan nampak seperti padang rumput.
Telaga Warna
Tujuan kami selanjutnya adalah Telaga Warna. Disebut dengan telaga warna karena air telaga ini warnanya bervariasi. Kadang berwarna hijau dan kuning, biru dan kuning atau bahkan berwarna pelangi. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh cuaca, waktu dan dari sudut mana kita melihat.
Pada saat kami ke Telaga tersebut, air yang terlihat agak kehijauan dan kondisi air tidak sepenuh biasanya disebabkan oleh kemarau panjang.
Tidak jauh dari Telaga Warna, ada sebuah telaga yang lebih kecil bernama Telaga Pengilon. Dinamakan Telaga Pengilon karena airnya yang jernih terlihat seperti cermin. Konon telaga tersebut bisa digunakan untuk melihat seseorang baik atau buruk. Bila ia terlihat cantik atau tampan ketika memandang air telaga ini, maka hatinya baik. Sebaliknya, bila tidak ia termasuk orang berhati busuk.
Selain kedua danau tersebut, terdapat juga hamparan ilalang yang cukup menarik untuk dijadikan lokasi foto. Kami pun memutuskan berhenti sejenak untuk mengambil beberapa foto. Setelah puas berfoto kami melanjutkan berjalan kaki untuk melihat beberpa gua yang ada di area tersebut yaitu Gua Semar,
Gua Sumur dan Gua Jaran. Ketika sampai di depan Gua Semar, pengunjung langsung bisa mengenali gua tersebut karena di depan gua terdapat patung Semar. Gua ini sering menjadi tempat untuk bersemedi. Tidak jauh dari gua Semar, terdapat Gua Sumur dengan arca wanita yang membawa kendi di depan pintunya.Kami terus berjalan menyusuri jalan setapak. tak lama kemudian kami sampai di gua Jaran atau gua Kuda. Tour guide kami menceritakan, dinamakan gua Jaran karena konon dulu ada kuda yang masuk ke dalam gua tersebut dan ketika keluar dari gua kuda itu hamil. Hal itu membuat penduduk percaya jika gua tersebut dapat digunakan untuk bersemedi bagi wanita yang ingin mendapatkan keturunan.
Dieng Plateau Theater
Setelah dari Telaga Warna, kami menuju ke Dieng Plateau Theater. Dieng Plateau Theater atau biasanya disingkat DPT merupakan sebuah theater mini yang terletak di bukit Sikendil. Di theater yang berkapasitas sekitar 100 tempat duduk ini pengunjung dapat melihat pemutaran filmdurasi sekitar 20 menit yang menceritakan tentang Dieng mulai dari sejarah, obyek wisata hingga budaya Dieng.
Sambil menunggu giliran masuk kedalam theater, kami mencoba beberapa jajanan khas Dieng seperti tempe kemul dan jamur goreng. Tak disangka kami bertemu dengan satu anak berambut gimbal. Ya, anak berambut gimbal merupakan salah satu daya tarik utama bagi saya untuk mengunjungi Dieng. Anak itu bernama Nita, berumur sekitar 6 tahun. Beruntung sekali Nita mau diajak berfoto dengan saya.
Kawah Sikidang
Setelah selesai menonton film tentang Dieng di DPT, kami melanjutkan perjalanan ke kawah selah Sikidang. Kawah Sikidang merupakan kawah yang terbesar dan terpopuler di Dieng. Nama Kawah Sikidang ini berasal dari kata kidang yang berarti kijang atau rusa. Hal ini dikarenakan uap air dan lava berwarna kelabu yang terdapat di kawah selalu bergolak dan munculnya berpindah-pindah seperti lompatan seekor kidang.
Jika dibandingkan dengan pemandangan yang bisa kita lihat di daerah Dieng yang lain, kawah ini terlihat kontras. Pemandangan hijau pepohonan dan ladang-ladang sayuran tidak tampak, digantikan dengan pemandangan hamparan tanah tandus yang dikelilingi perbukitan dengan kawah yang terus menerus mengepulkan asap. Bau belerang terasa sangat menyengat, sehingga disarankan memakai penutup hidung bagi yang tidak tahan dengan bau belerang.
Ketika mendekati kawah, terlihat seorang wanita dengan memakai sarung dan caping menjajakan bongkahan-bongkahan belerang sebagai souvenir khas Kawah Sikidang. Ya..meskipun baunya sangat menyengat, belerang ini dipercaya berkhasiat untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan jerawat.
Penampakan Kawah Sikidang berupa kolam besar dengan air yang bercampur lumpur yang terus bergolak dan mengeluarkan asap. Entah berapa derajad suhu kawah ini tetapi yang pasti sangat panas, sehingga pagar bambu dibangun mengelilingi kawah tersebut untuk menjaga keamanan pengunjung.
Setelah puas mengunjungi Kawah Sikidang, kami pun meninggalkan kawah tersebut dan menuju ke tempat pembelian oleh-oleh. Dan kemudian ke homestay untuk membersihkan badan dan beristirahat karena keesokan harinya kami harus bergerak ke bukit Sikunir pukul 04.00 untuk mengejar sunrise.
No comments:
Post a Comment