Bukit Sikunir
Keesokan paginya saya terbangun pukul 3 pagi. Sambil membangunkan yang lainnya saya memasak mie instant untuk sekedar menghangatkan perut sebelum bergumul dengan dinginnya dini hari Dieng. Pukul 3.30 tepat kami berangkat menuju ke bukit Sikunir. Selama di perjalanan kami tidak bisa melihat apa-apa selain bagian yang terkena sorot lampu mobil karena suasana masih sangat gelap. Semakin mendekati lokasi, jalanan semakin sempit. Setelah sekitar 30 menit perjalanan sampailah kami di telaga Cebong, tempat dimana mobil harus parkir dan kami melanjutkan perjalanan mendaki dengan berjalan kaki. Dan ternyata sudah banyak orang yang menuju ke puncak bukit Sikunir.
Kami berjalan dengan diterangi oleh sinar lampu senter. Pada awalnya, jalanan tidak terlalu menanjak sehingga tidak terlalu berat untuk mendaki. Tetapi setelah sepuluh menit kemudian, jalanan mulai menyempit sehingga yang tadinya bisa berjalan berjajar harus berjalan berbaris satu-satu. Kecepatan berrjalanpun semakin melambat karena jalan setapak yang semakin menanjak. Setelah hampir 30 menit berjalan kami sampai di tempat tujuan yang sudah penuh sesak dengan orang yang ingin menyaksikan matahari terbit. Karena terlalu banyak orang yang berjubel sehingga tidak memungkinkan bagi kami untuk dapat tempat yang enak, maka tour guide kami mengajak kami untuk naik lagi ketempat yang lebih tinggi. Dan setelah 15 menit mendaki dengan tingkat kecuraman yang lebih tajam dibandingkan sebelumnya sampailah kami di puncak bukit itu.
Terlihat sudah cukup banyak orang yang ada disana, namun jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan empat sebelumnya. Capek langsung terasa hilang setelah sampai di puncak. Tapi tiba-tiba saya menyadari sesuatu. Kami tidak membawa air minum sebotolpun. Dan tenggorokan saya terasa sangat kering. Sempat terbayang mau mencari embun atau apapun untuk bisa sedikit membasahi tenggorokan. Tapi niat itupun saya urungkan.
Beberapa meter dari tepat kami berdiri terlihat beberapa tenda. Rupanya semalam ada yang camping di tempat ini. Perlahan hawa dingin kembali menyerang karena kami tidak melakukan aktifitas apapun selain berdiri menunggu matahari terbit. Akhirnya daripada bengong kamipun memulai kegiatan memuaskan nafsu narsis kami dan berfoto-foto centil. Beberapa waktu menunggu, rupanya keberuntungan sedang tidak memihak kepada kami. Kabut tebal sukses menutupi sinar matahari terbit yang kami nanti-nantikan. Akhirnya kamipun memutus segera turun dari bukit itu supaya nantinya kami tidak terlalu siang untuk kembali ke Jogja.
Telaga Cebong
Telaga ini terlihat indah ketika kami dalam perjalanan menuruni bukit Sikunir. Telaga ini terletak di desa Sembungan yang berada di ketinggian 2200 mdpl. Bisa dibilang desa ini merupakan desa tertinggi di pulau Jawa. Telaga ini merupakan bekas kawah gunung berapi yang sudah mati ratusan tahun. Mengapa dinamakan telaga Cebong? Menurut tour guide kami karena di telaga itu terdapat banyak kecebong atau anak katak. Setelah berfoto-foto sebentar kami segera meninggalkan telaga ini dan menuju ke obyek wisata selanjutnya.
Sumur Jalatunda
Tujuan kami selanjutnya adalah Sumur Jalatunda. Jangan dibayangkan sumur ini seperti sumur biasa untuk mengambil air. Sumur ini terbentuk oleh kawah yang telah mati ribuan tahun yang lalu dan kemudian terisi air. Air Jalatunda ini berwarna kehijauan. Untuk mencapai sumur ini, kami harus melewati anak tangga yang entah bagaimana bisa ketika dihitung jumlah anak tangganya, jumlah hitungan antara satu orang dengan yang lainnya berbeda. Kami pun sempat mencoba dan ternyata ada selisih perhitungan.
Setelah mendaki anak tangga, sampailah kami di tepian sumur yang sangat curam. Disana terdapat sebuah bangunan kecil yang dibangun khusus untuk melihat ke arah sumur raksasa tersebut. Ada mitos yang berkaitan dengan sumur ini. Jika kita melempar batu kearah sumur, dan bisa melewati sumur tersebut maka keinginannya dapat terkabul. Bagi laki-laki, mereka harus melemparkan batu hingga mengenai dinding tebing di seberangnya. Sedangkan bagi perempuan cukup dengan melempar batu sanpai ke tengah sumur saja. Tentu saja saya ikut mencoba melempar batu meskipun tidak ada satupun lemparan saya yang sampai ke tengah hehehe.
Setelah puas mencoba melempar batu di sumur Jalatunda, kami lalu kembali ke homestay untuk membersihkan diri dan berkemas. Tapi tak lupa sebelumnya kami mampir untuk sarapan karena perut kami belum terisi apapun sejak pagi. Yaa..kecuali segelas mie instant yang saya makan sebelum berangkat ke Sikunir.Untuk sarapan kali ini kami memilih makanan khas Dieng yaitu Soto Dieng dan Mie Ongklok yang disajikan dengan sate daging. Saya yang mengharapkan makanan yang panas mengepul sedikit kecewa. Suhu yang sangat dingin membuat makanan sepanas apapun akan cepat menjadi dingin. Tapi tak apalah, paling tidak saya akhirnya tahu bagaimana rasa mie ongklok setelah berbulan-bulan penasaran.
Candi Borobudur
Setelah mandi dan selesai berkemas kami pun melanjutkan perjalanan meninggalkan Dieng dan menuju Jogja. Pemandangan yang sangat indah mengantarkan perjalanan kami menuruni jalanan yang berliku. Tiga jam kemudian, mobil yang kami tumpangi sampai di daerah sekitar Candi Borobudur. Dan kami pun memutuskan untuk singgah ke candi Budha terbesar yang dibangun tanpa menggunakan semen dan tanpa lem sama sekali. Suasana sangat panas siang itu tapi tidak menyurutkan semangat kami untuk berkeliling sejenak. Setelah berkeliling selama satu jam, kami pun memutuskan untuk segera meninggalkan candi itu dan melanjutkan perjalanan ke Jogja agar tidak kemalaman sampai di terminal.
Setelah sampai di Jogja, kami makan siang (makan sore lebih tepatnya karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore). Menu makan kami kali ini adalah menu ayam geprek, yaitu ayam crispy yang di hancurkan dan dicampur dengan sambal. Setelah selesai makan, kami langsung minta diantar ke terminal bus. Setelah menunggu sekitar 1 jam, tepat pukul 6 bus yang kami tumpangi berangkat meninggalkan Jogja dan mengantarkan kami kembali ke Surabaya. Berakhirlah petualangan kami kali ini. Cerita baru, pengalaman baru dan teman baru. Itulah yang kami dapatkan dari perjalanan selama tiga hari.